Sunday, July 11, 2021

Lindungi Anak Dari Kejahatan Seksual

Kejahatan seksual merupakan sebuah isu sosial dan kemanusiaan yang kerap terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Korbannya tidak hanya individu dewasa, melainkan juga dapat menimpa anak-anak. Kejahatan seksual pada anak adalah suatu tindakan pemaksaan, ancaman, dan persuasi kepada anak untuk terlibat dalam berbagai bentuk aktivitas seksual. Termasuk pemerkosaan, prostitusi, penganiayaan, dan inses - hubungan seksual sedarah (Perry & DiLillo, 2007). 

Siapakah yang paling rentan untuk menjadi korban kejahatan seksual? 

  • Studi menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki kemungkinan yang jauh lebih tinggi untuk menjadi korban dibandingkan anak laki-laki. Tidak hanya itu, anak perempuan juga lebih rentan tiga kali lipat untuk mengalami pemaksaan dan pelecehan seksual yang berbahaya (Sedlak & Broadhurst, 1996). 
  • Aspek usia perkembangan anak juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi. Laporan pemerkosaan dan kejahatan seksual semakin meningkat pada anak-anak yang sudah mencapai fase remaja. Sebab, pada fase remaja, mereka sudah tidak sepenuhnya dalam pengawasan orang tua dan lebih sering beraktivitas di luar rumah bersama dengan teman-teman sebayanya (Unicef, 2020). Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa anak-anak di bawah 17 tahun juga dapat menjadi korban.

Sedangkan, pelaku kejahatan seksual umumnya adalah orang terdekat atau orang yang dikenal oleh anak dan keluarganya. Misalnya: pacar, saudara sepupu yang lebih tua, paman, teman orang tua, tetangga, guru, dan lain sebagainya. Pelaku umumnya adalah laki-laki (Finkelhor et al., 1990). Namun, beberapa studi juga menunjukkan bahwa pelaku bisa saja berjenis kelamin perempuan, sehingga kita tidak boleh mengecilkan kemungkinan ini. 

Dimanakah pelaku biasanya melakukan aksinya? Pelaku dapat melecehkan korbannya di berbagai setting tempat. Meskipun tempat yang paling umum adalah rumah korban atau rumah pelaku, namun tempat lain seperti sekolah, taman bermain, dan tempat les juga dapat dijadikan tempat untuk melecehkan korban. 

Dampak bagi korban yang mengalami kejahatan dan pelecehan seksual adalah (Unicef, 2020):

  • Kesehatan dan kesejahteraan mental yang terganggu. Namun hal ini juga bervariasi, tergantung dari kemampuan coping, respon dari keluarga, teman, dan orang terdekat.
  • Kemungkinan terpaparnya penyakit menular seksual, atau bahkan HIV.
  • Gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi, dan trauma.
  • Perilaku self harm - menyakiti diri sendiri.
  • Putus sekolah, atau nilai-nilai akademis yang menurun drastis.

Sebagai orang tua, ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk melindungi anak-anak dari kejahatan atau pelecehan seksual, yaitu:

  1. Memberikan pendidikan seksual sejak dini. Pendidikan seksual tentu perlu diajarkan secara bertahap, sesuai dengan usia perkembangan anak. Namun, sudah dapat diberikan sejak anak berusia dua tahun. Mulailah dengan mengajarkan nama alat kelamin dengan istilah yang tepat. Jangan gunakan istilah-istilah lain yang informal.
  2. Biasakan bangun komunikasi dengan anak. Saat anak bercerita, berikan perhatian yang penuh. Beri anak kesempatan untuk menyelesaikan apa yang ingin ia ceritakan. Jangan memotong dan menganggap remeh ceritanya. Hal ini dilakukan agar orang tua dapat memastikan bahwa anak merasa nyaman untuk bercerita apa pun kepada anda.
  3. Ajarkan area tubuh yang sifatnya privat. Area tubuh privat, artinya tidak ada yang boleh menyentuh, meraba, mencium, termasuk melihat bagian tubuh tersebut. Seperti: alat kelamin, bagian paha, bokong, dan dada. Orang tua juga dapat mengajarkan mengenai konsep "aurat" untuk memudahkan anak memahami hal ini, termasuk batasan aurat untuk laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, biasakan anak sejak dini untuk berpakaian di ruangan tertutup, dan langsung mengenakan pakaian setelah ia selesai mandi. 
  4. Jelaskan mengenai perilaku yang salah, termasuk rahasia yang tidak baik. Perilaku yang salah: saat orang lain menyentuh area tubuh privat anak, maka yang salah adalah orang tersebut, bukan anak. Sedangkan, rahasia yang tidak baik adalah saat anak diminta untuk merahasiakan kejadian tersebut. 
  5. Biasakan anak untuk tetap waspada. Anak perlu waspada termasuk kepada orang-orang terdekat yang ia kenal. Misal: anggota keluarga, tetangga, supir, pekerja di rumah, guru, office boy di sekolah, dan lain sebagainya. Hal ini mengacu kepada studi yang menunjukkan bahwa pelaku kejahatan seksual adalah orang yang dikenal atau beraktivitas dekat dengan anak.
  6. Ajarkan anak teknik "escaping". Saat anak berada dalam situasi yang membuatnya tidak nyaman, termasuk saat area tubuh privatnya mulai disentuh oleh orang lain, ajarkan anak untuk segera berteriak dan berlari. Kemudian, cari dan temui orang tua, guru, atau saudara (tergantung setting tempat kejadian) untuk segera menceritakan kejadian yang ia alami. 
  7. Orang tua harus melek informasi. Jangan menganggap enteng atau merasa "aman" untuk meninggalkan anak dengan orang-orang yang dianggap sudah dikenal dan dapat dipercaya (berkaitan dengan karakteristik pelaku kejahatan seksual secara umum). Orang tua tentu perlu melakukan observasi terlebih dahulu dan tidak lengah dalam mengawasi anak-anaknya. Selain itu, pastikan orang tua mengetahui betapa pentingnya mengajarkan pendidikan seksual pada anak sejak dini. 

 

Ditulis Oleh:

Jane Cindy Linardi, M.Psi, Psikolog.

 

Daftar Referensi: 

Finkelhor, et al., (1990). Sexual Abuse in a National Survey of Adult Men and Women: Prevelances, Characteristic, and Risk Factors. Child Abuse and Neglect, vol. 14, no. 1, p. 19-28.

Perry, A. R., & DiLillo, D. (2007). Child Sexual Abuse. The Encyclopedia of Domestic Violance, p. 147-156. Taylor & Francis Group LLC.

Sedlak, A. J., & Broadhurst, D. (1996). Executive Summary of the Third National Incidence Study of Child Abuse and Neglect. Washington, DC: Department of Health and Human Services.

Unicef Child Protection Section Programme (2020). Action to End Child Sexual Abuse and Exploitation. End Violance Againts Children. 


 

No comments:

Post a Comment

Regulasi Emosi Pada Anak

 Regulasi emosi adalah suatu rangkaian proses intrinsik dan ekstrinsik pada diri seseorang yang bertujuan untuk memonitor, mengevaluasi, dan...