Secara umum, banyak orang yang masih keliru dengan kedua profesi ini, termasuk beberapa klien saya yang juga bertanya, psikolog dan psikiater apa sih perbedaannya?
Mari kita pahami dulu perbedaan ilmu yang didalami:
Psikolog: mendalami ilmu yang mempelajari pola pikir, tingkah laku, dan emosi manusia (Gunarsa, 1978)
Psikiater: mendalami ilmu tentang biologis tubuh, syaraf, otak, dan masalah gangguan kejiwaan serta mental (Kaplan & Sadock, 2010)Sedangkan, untuk latar belakang pendidikannya:
Psikolog: profesi dengan latar belakang pendidikan sarjana psikologi (S.Psi), yang kemudian melanjutkan pendidikan magister profesi psikolog (M.Psi) - mengacu pada definisi dari Ikatan Psikolog Indonesia
Psikiater: profesi dengan latar belakang pendidikan sarjana kedokteran (dr.), yang kemudian melanjutkan pendidikan spesialisasi kejiwaan (Sp. KJ) - mengacu pada definisi dari Ikatan Dokter Indonesia
Hal yang juga tidak kalah penting mengenai perbedaan yang paling signifikan adalah sebagai berikut:
Psikolog tidak dapat memberikan farmakoterapi (terapi menggunakan obat-obatan). Sedangkan, psikiater dapat memberikan farmakoterapi, karena latar belakang pendidikannya yang adalah seorang dokter.
Lalu, pertanyaannya, masalah apa saja yang ditangani oleh masing-masing profesi? Berikut adalah beberapa contohnya:
Psikolog (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 2013)
- Gangguan perkembangan seperti autism spectrum disorder, attention deficit hyperactive disorder.
- Learning disorder seperti disleksia, disgrafia, dan diskalkulia
- Masalah perilaku seperti conduct disorder dan oppositional defiant disorder
- Gangguan pola makan seperti anorexia dan bulimia nervosa
Psikiater (Maslim, 1993)
- Depresi; Schizophrenia
- Gangguan kepribadian seperti: bipolar disorder, borderline personality disorder, antisocial personality disorder
- Gangguan kecemasan seperti: general anxiety disorder, obsessive compulsive disorder (OCD)
- Gangguan tidur seperti: insomnia, sleep apnea, narcolepsy, restless legs syndrome
Selain itu, terdapat pula perbedaan dalam penggunaan istilah untuk menyebut orang yang ditangani. Orang yang ditangani oleh psikolog disebut dengan "klien", sedangkan orang yang ditangani oleh psikiater disebut dengan "pasien"
Meskipun terdapat perbedaan pada latar belakang pendidikan dan ilmu yang didalami, psikolog dan psikiater dapat bekerja sama dalam praktiknya untuk menolong orang yang sama. Misalnya: orang dengan gangguan kecemasan, yang membuat ia kesulitan untuk tidur dan sulit untuk berkonsentrasi dalam menjalani aktivitas sehari-harinya. Maka, orang tersebut bisa mendapatkan penanganan dari psikolog berupa konseling dan psikoterapi seperti CBT (cognitive behavior therapy), dan bisa mendapatkan penanganan dari psikiater berupa farmakoterapi (menggunakan obat-obatan) untuk membantu menangani masalah tidur dan kesulitannya dalam berkonsentrasi.
Kemudian, hal yang juga paling sering ditanyakan oleh orang-orang adalah, "kapan saya harus ke psikolog?" dan "kapan saya harus ke psikiater?"
Kamu disarankan untuk konsultasi ke psikolog, jika: kamu merasa ada hal-hal yang sudah mengganggu fungsi keseharianmu. Misalnya menganggu aktivitas belajarmu di sekolah, mengganggu aktivitas sehari-hari termasuk dalam hal bina diri atau self care seperti makan, mandi, dan lain-lain. Serta, mengganggu aktivitas kuliah, aktivitas kerja, dan mengganggu interaksi sosialmu dengan orang lain.
Sedangkan, kamu disarankan untuk konsultasi ke psikiater, jika: mengalami masalah yang relatif membutuhkan pengobatan seperti depresi, ketergantungan terhadap obat-obatan dan zat terlarang, mengalami bipolar, OCD (obssesive compulsive disorder), dan schizophrenia.
Namun, tidak menutup kemungkinan jika kamu awalnya datang untuk konsultasi ke psikolog, dan berdasarkan hasil pemeriksaan, kamu disarankan juga untuk berkonsultasi ke psikiater untuk mendapatkan penanganan lanjutan berupa farmakoterapi. Demikian pula sebaliknya.
Satu hal juga yang tidak kalah penting, saat kamu berkonsultasi ke psikolog atau pun psikiater, kamu butuh berproses dan berkomitmen untuk melakukan konsultasi secara rutin dan konsisten. Masalahmu tidak akan "sembuh" atau "hilang" hanya dengan mengikuti 1 sampai 2 sesi konsultasi saja. Mungkin, kamu perlu beberapa kali sesi, misalnya: 10 sesi pertemuan, atau 15 sesi pertemuan (tergantung dari permasalahan yang kamu hadapi). Berporses dalam penyembuhan itu tidak ada yang instan. Kamu juga harus berkomitmen untuk melakukan tugas-tugas yang biasanya akan diberikan oleh psikolog dan psikiater, misalnya: melakukan journaling harian, mencatat kondisi emosi secara rutin, dan lain sebagainya.
Jadi, jangan heran ya ketika kamu hanya berkonsultasi sebanyak 1 sampai 2 sesi, dan kamu tidak melakukan saran-saran pengobatan dari psikiater, atau tidak melakukan tugas-tugas yang disarankan oleh psikolog, lalu kamu merasa "saya sudah konsultasi ke psikolog dan psikiater, tapi saya merasa tidak ada perubahan apa-apa, percuma saja konsultasi"
Ingat, psikolog dan psikiater itu hanya sebagai "pemandu", sedangkan kamu lah yang harus mengambil langkah dan berjalan sendiri. Inisiatif dan kemauannya harus dari kamu.
Sama halnya seperti kamu berobat ke dokter karena sakit demam. Kalau pengobatan dan saran-saran dari dokter tidak kamu lakukan, kamu akan tetap mengalami demam, meskipun sudah pergi ke sepuluh dokter sekali pun.
"Jangan takut untuk berkonsultasi ke psikolog dan psikiater ya, sebab kesehatan mental itu penting, dan kedua profesi tersebutlah yang dapat membantu meningkatkan kualitas kesehatan mentalmu! "
Ditulis oleh:
Jane Cindy Linardi, M.Psi, Psikolog.
No comments:
Post a Comment